Oleh : Dedy Wijayanto
Perekonomian Indonesia pada tahun 2016 tetap berdaya tahan di tengah kondisi perekonomian global yang masih belum kuat dan penuh ketidakpastian. Perkembangan tersebut dipengaruhi struktur permintaan domestik yang dominan serta ditopang respon kebijakan yang memadai. Kombinasi kedua hal tersebut pada gilirannya mampu memitigasi risiko dampak pertumbuhan ekonomi dunia yang belum kuat, harga komoditas global yang masih rendah dan ketidakpastian pasar keuangan dunia yang tetap tinggi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2016 meningkat dari 4.9% pada 2015 menjadi 5.0% pada tahun 2016.[1] Peningkatan pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh stabilitas ekonomi yang tetap terjaga ditandai oleh inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang menurun, nilai tukar rupiah yang terkendali dan stabilitas sistem keuangan masih terjaga dengan risiko sistemik yag rendah kesemua faktor di atas dikendalikan oleh pemerintah dengan berbagai rangkaian peraturan dan paket kebijakan ekonomi yang sampai pada saat ini telah mencapai XV buah paket kebijakan. Salah satu peraturan pemerintah yang dikeluarkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 Tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas.
Peraturan Pemerintah a quo mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas dan juga merupakan aturan penjelas dari Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dinyatakan bahwa “Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah” yang pada pokok nya perbedaan antara ketiga Peraturan tersebut bisa dilihat dari tabel berikut ini:
Perihal | UU Nomor 40 Tahun 2007 | Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2016 | Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 |
Nilai Modal Dasar Perseroan Terbatas | Minimal Rp50.000.000,00 | Minimal Rp50.000.00,00 atau dalam kondisi kekayaan bersih termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, maka (tidak ditentukan) | Didasarkan semata-mata hanya dari kesepakatan antara para pendiri |
Pengumpulan pembayaran yang sah | – | Tidak lebih dari 6o hari. | Tidak lebih dari 60 hari[2]. |
Perbedaan Besaran Modal Minimun pendirian PT inilah yang menjadi perdebatan dikarenakan Pemerintah dinilai tidak memperhatikan kepentingan dari pihak ketiga tapi disisi lain Peraturan ini dibentuk dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi pembangunan ekonomi nasional khususnya dalam memulai usaha[3]. Dampak adanya perbedaan pengaturan hal tersebut selanjutnya dikaji dengan beberapa parameter:
Adanya perbedaan pengaturan minimal modal dasar PT dalam PP Nomor 29 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 menyebabkan perdebatan. Hal tersebut dikarenakan kedudukan Peraturan Pemerintah yang merupakan Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, menyebutkan bahwa, “Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya”, selain itu Peraturan Pemerintah Pemerintah sebagai aturan “organik” daripada Undang-Undang menurut hierarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang.
Tapi apabila dilihat lebih jauh klausula Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa “Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah” merupakan suatu hal yang penting dan juga krusial karena menjadi “Pintu Gerbang” terhadap legalitas dari PP Nomor 29 Tahun 2016. Dengan adanya klausula pasal tersebut menyebabkan masih dapat diberlakukannya PP a quo walaupun ketika dilihat secara konseptual Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 secara jelas terlihat bahwa PP hanyalah sebagai instrumen untuk menjalankan undang-undang dan tidak boleh bertentangan dengan hierarki peraturan yang lebih tinggi diatasnya seperti yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selain itu ditambah lagi dengan penjelasan Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dinyatakan bahwa, “Ketentuan pada ayat ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan keadaan perekonomian” hal tersebut sesuai dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil pada saat itu karena pertumbuhan ekonomi & volume perdagangan global belum kuat, Harga komoditas masih rendah, ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi serta berbagai tantangan domestik jangka pendek lain[4] membuat Peraturan Pemerintah memiliki urgensi untuk diberlakukan dengan tetap memperhatikan kesesuaiannya dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Pihak Ketiga yang dimaksudkan dalam hal ini adalah Kreditor dari Perseroan Terbatas. Perlindungan terhadap hal ini dimaksudkan ketika sebuah Perseroan Terbatas memiliki utang terhadap pihak ketiga. Dalam Perseroan Terbatas terdapat suatu prinsip yang termuat dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2016 Tentang Perseroan Terbatas yaitu “pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki”. Dari ketentuan tersebut dapat kita simpulkan:
- Bahwa perseroan merupakan subyek hukum mandiri yang terpisah dari pribadi para pemegang sahamnya, bertindak atas nama dan untuk kepentingannya dan bertanggung jawab sendiri terhadap tindakannya tersebut.
- Para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan yang dibuat oleh perseroan atas nama perseroan.
- Para pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi terhadap perseroan melebihi nilai saham yang dimilikinya.
Tanggung jawab terbatas memberikan tabir perlindungan bagi setiap pemegang saham, sehingga terlepas dari tuntutan pihak ketiga yang timbul atas kontrak atau perikatan yang dilakukan oleh perseroan. Harta benda pribadi milik pemegang saham tidak dapat disita atau digugat untuk dibebankan tanggung jawab perseroan tersebut. Bagi perseroan yang berbentuk badan hukum seperti perseroan terbatas, koperasi, dan lain-lain, maka secara hukum prinsipnya harta bendanya terpisah dari harta benda pendirinya/pemiliknya. Karena itu, tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum tersebut. Keterpisahan tanggung jawab hukum antara perseroan dengan pribadi pemegang saham tersebut mempertegas ciri dari perseroan terbatas bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas nilai saham yang dimilikinya dan tidak meliputi kekayaan pribadinya.
Dengan tanggung jawab terbatas di atas ketika suatu Perseroan Terbatas melakukan wanprestasi yang mengakibatkan harus bertanggung jawab secara finansial, ketika mengikuti rezim minimal penyertaan modal dasar Rp50.000.000,00 berarti terdapat kepastian hukum bahwa Debitor minimal terlindungi haknya sebesar Rp50.000.000,00 sedangkan apabila mengikuti rezim minimal penyertaan modal dasar tergantung kepada persetujuan pendiri Perseroan Terbatas maka tidak ada kepastian hukum bagi Debitor untuk mendapatkan hak nya karena jumalh modal awal berdasarkan kesepakatan para pendiri Perseroan Terbatas, dikarenakan tidak ada pertanggungjawaban dari harta pribadi pendiri Perseroan Terbatas. Hal tersebut juga berlaku ketika suatu Perseroan terbatas mengalami kepailitan, boedel pailit dari Debitor hanya sebatas dari kekayaan Perseroan Terbatas baik yang telah ada ataupun akan ada seperti yang dijelaskan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berisi, “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”. Ketika dalam proses kepailitan dan modal dari Perseroan Terbatas kurang dari Rp50.000.000,00 dan memiliki kreditor lain yang memiliki utang yang preferen maka posisi kreditor yang memiliki utang konkuren posisinya semakin lemah dikarenakan pembayaran utang kepadanya akan dibayar setelah segala utang terhadap preferen selesai terbayarkan.
Pengaturan modal dasar perseroan yang berlaku saat ini tidak lagi menggunakan batasan minimal modal dasar melaikan diserahkan berdasarkan kesepakatan para pendiri. Hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas berisikan “Besaran modal dasar Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kesepakatan para Pendiri Perseroan Terbatas.” Penggunaan kata “kesepakatan” menimbulkan kekaburan karena tidak dijelaskan kesepakatan seperti apa yang seharusnya dibuat untuk mendirikan PT. Potensi kejahatan dapat terjadi dengan berlakunya pengaturan modal dasar perseroan.
Deregulasi mengenai penghapusan batasan Rp 50.000.000,00 sebagai modal awal yang tertuang dalam PP Nomor 29 Tahun 2016 diproyeksikan untuk menaikkan peringkat Indonesia dalam hal Kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business). Kenaikan perigkat Indonesia juga sejalan dengan derasnya aliran dana investasi asing ke Indonesia yang pada tahun 2016 secara neto tercatat 15,1miliar dolar AS, atau meningkat 41,3 % dibandingkan dengan kondisi tahun 2015.[5] Tapi perlu diperhatikan juga adalah peringkat mengenai Kemudahan Berbisnis bukan semata-mata dinilai dengan tidak ada minimal modal dasar yang ditanamkan tapi masih ada beberapa indikator lain yang mempengaruhi antara lain kemudahan memperoleh sambungan listrik, pendaftaran properti, kemudahan memperoleh pinjaman. Pembayaran pajak, perdagangan lintas batas, penegakan kontrak, pelayanan publik, perbaikan infrastruktur, perlindungan terhadap investor minoritas, menyelesaikan perkara kepailitan dan perizinan pendirian bangunan.[6]
Ketika modal dasar didasarkan kesepakatan dan tidak ditentukan berapa jumlah minimalnya merupan suatu mometum yang tepat bagi warga masyarakat memulai usaha dengan membentuk Perseroan Terbatas. PP ini juga merupakan stimulus bagi pengusaha domestik untuk mengembangkan atau bahkan memulai usaha nya yang baru. Deregulasi ini digunakan dalam rangka mempercepat proses pembanguan dan pertumbuhan ekonomi melalui penanaman modal tersebut selain itu ketika telah banyak Perseroan Terbatas terbentuk secara domino akan membuat kultur persaingan usaha yang kompetitif dan juga juga efisien. Dampak positif terhadap ekonomi lanjutannya adalah GDP tumbuh positif karena semakin perusahaan bersaing berarti mereka berkompetisi lebih baik, dampaknya pula akan dirasakan para pekerja karena kesejahteraan dan tingkat konsumsi mereka akan naik pula. Tetapi perlu diingat ketika suatu negara tumbuh dengan banyak Perseroan Terbatas negara tersebut harus mengingat pula bagaimana persaingan usaha diantara mereka dikarenakan kurang bermanfaat ketika mereka mudah mendirikan PT tapi juga mudah PT tersebut hancur karena kalah dalam persaingan diantaranya.
[1] Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2016, Jakarta: Bank Indonesia, 2017, hlm. 39.
[2] http://anr-lawfirm.com/content/perubahan-jumlah-minimum-modal-dasar-perusahaan (diakses tanggal 30 Agustus 2017)
[3] Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas
[4] Bank Indonesia, op.cit. hlm 27
[5] Ibid.hlm. 57
[6] Suhartono, Majalah Info Singkat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Volume VIII, (DPR RI, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI, 2016), hlm 15.