Wajib Pajak (WP) dan Penanggung Pajak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum (Pudyatmoko, 2007: 155). Namun demikian, pada tahun 2017 lalu di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta, Jatinegara terdapat ketegangan yang melibatkan seorang Pegawai Pajak kantor tersebut dengan seorang WP yang ingin mengurus Tax Amnesty (TA). Kejadian dimulai ketika sejumlah WP yang ingin menyelesaikan TA dan mengurus Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan sudah mengantri lama di depan gedung KPP. Kemudian saat seorang pegawai pajak yang mengarahkan WP untuk berbaris tertib, sejumlah WP meminta penjelasan informatif terkait teknis dan prosedur TA dari pegawai tersebut. Sesaat kemudian pegawai pajak tersebut dengan mimik wajah penuh marah berteriak kepada WP dengan bahasa yang kurang layak diucapkan. Pegawai pajak tersebut juga diketahui berkeinginan memukul salah seorang WP. Sebelum terjadi perkelahian, pegawai pajak lain dan petugas satpam melerai dan menggiring pegawai pajak tersebut masuk ke ruangan. Amarah WP lain yang ikut menyaksikan dan kecewa dengan tidak profesionalnya petugas pajak tersebut kemudian juga diredakan oleh petugas pajak lain yang menjelaskan informasi yang diinginkan WP (www.requisitoire-magazine.com, diakses tanggal 29 april 2018).
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 1/PM.3/2007 tentang Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, seorang Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau Pegawai adalah Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang bekerja pada Direktorat Jenderal Pajak, secara hukum diwajibkan mematuhi Kode Etik yang berisi kewajiban dan larangan Pegawai dalam menjalankan tugasnya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari. Sementara Kode Etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang mengikat Pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari. Kewajiban setiap pegawai beberapa diantaranya adalah: bekerja secara profesional; memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya; menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan; serta bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan.
Selanjutnya, setiap pegawai juga dilarang melakukan perbuatan tidak terpuji yang dapat merusak citra serta martabat DJP. Selanjutnya KPP Pratama sendiri menurut PMK Nomor 206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak adalah instansi vertikal DJP yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. Kemudian Kantor Wilayah adalah instansi vertikal DJP yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak. Lebih lanjut, penindakan terhadap pelanggaran Kode Etik tersebut dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (MKP). Menurut PMK Nomor 72/PMK.01/2007 tentang Majelis Kode Etik Di Lingkungan Departemen Keuangan, Majelis Kehormatan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Majelis adalah Pejabat di lingkungan Departemen Keuangan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, Pejabat Eselon I atau Pejabat Eselon II yang bertugas memeriksa pelanggaran Kode Etik. Dugaan terjadinya pelanggaran kode etik sendiri dapat diperoleh dari:
- Pengaduan Tertulis.
- Temuan Atasan.
Setiap orang yang mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik juga dapat menyampaikan pengaduan kepada Atasan Pegawai yang melakukan pelanggaran. Penyampaian pengaduan sebagaimana dimaksud, dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan pelanggaran yang dilakukan, bukti-bukti dan identitas Pelapor. Kemudian Atasan Pegawai yang mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik wajib meneliti pelanggaran tersebut, dan wajib meneliti pengaduan masyarakat tersebut dan menjaga kerahasiaan identitas pelapor. Dalam melakukan penelitian atas pelanggaran Kode Etik, Atasan Pegawai yang melakukan pelanggaran secara hirarki wajib meneruskan kepada Pejabat yang berwenang membentuk MKP, dimana pembentukannya diatur dalam Bab II Peraturan a quo.
Atas pelanggaran kode etik yang dilakukan pegawai pajak sendiri akan dikenakan sanksi moral dan/atau hukuman disiplin. Sanksi tersebut diatur spesifik dalam PMK Nomor 71/PMK.01/2007 Tentang Perubahan Atas PMK Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Departemen Keuangan yaitu:
- sanksi moral berupa permohonan maaf secara lisan dan/atau tertulis atau pernyataan penyelesaian; dan/atau
- hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 dalam hal terjadi pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Oleh sebab itu, tindakan pegawai pajak di KPP Jatinegara yang telah bersikap tidak sopan, melakukan tindakan tidak terpuji yang merusak citra DJP dan tidak melayani WP dengan sebaik-baiknya telah dapat didefinisikan sebagai tindakan melanggar Kode Etik Pegawai DJP sebagaimana diatur. Sehingga WP dapat melaporkan tindakan tersebut pada atasan dari pegawai tersebut secara tertulis, maupun lisan untuk diproses lebih lanjut. Sehingga pegawai pajak yang melanggar kode etik akan diberikan sanksi moral maupun hukuman disiplin atas pelanggaran yang dilakukan. Oleh sebab itu, sejatinya WP tidak perlu kuatir akan tindakan kesewenangan fiskus yang tidak sopan ataupun melanggar etika, sebab telah ada aturan yang jelas yang dapat menjerat fiskus pelanggar etika dalam menjalankan tugas.