Tanggung Jawab Negara dalam Rangka Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas

Oleh : Tio Tegar Wicaksono

Indonesia adalah sebuah negara hukum. pasal 1 ayat 3 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas mengatakan “Indonesia adalah negara hukum”. Konsep negara hukum tentu memiliki fungsi, salah satunya adalah untuk membatasi kekuasaan negara seperti yang di katakan oleh Plato dan Aristoteles. Sementara funngsi kedua yang di kemukakan oleh Kleinfeld adalah untuk melindungi kepemilikan dan keselamatan warga dari pelanggaran dan serangan warga lainnya. Selain memiliki fungsi, konsep negara hukum tentu juga memiliki elemen substantif. Salah satu dari elemen substantif yang ada dalam konsep ini adalah perlindungan hak asasi.

Berbicara mengenai perlindungan hak asasi tentu tidak akan terlepas dari perlindungan terhadap hak-hak kelompok minoritas dan kelompok rentan yang hak-haknya sering diabaikan. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan dalam penjelasan-nya ada 5 kelompok yang termasuk ke dalam kategori kelompok rentan. 5 kelompok tersebut adalah anak-anak, wanita hamil, lansia, orang miskin dan penyandang cacat. Meski pun Undang-Undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjelaskan mengenai kelompok yang termasuk ke dalam kelompok rentan, tetapi undang-undang ini tidak mendefinisikan secara jelas apa yang di maksud kelompok rentan. Hanya saja, kelompok rentan sering disebut sebagai kelompok yang tidak dapat menolong dirinya sendiri atau kelompok yang rawan terhadap diskriminasi.

Tulisan ini akan fokus untuk membahas mengenai salah satu kelompok yang termasuk kedalam kelompok rentan yaitu kelompok penyandang cacat. Dari beberapa kelompok yang tadi telah di sebutkan, penyandang cacat atau yang sekarang di sebut penyandang disabilitas adalah kelompok yang paling rentan terkena diskriminasi. Sebabnya adalah penyandang disabilitas merupakan kelompok masyarakat yang rentan terhadap eksklusi sosial. Penyandang disabilitas adalah kelompok yang paling rawan terperangkap kedalam 5 komponen eksklusi sosial yang dikemukakan oleh Pirson yaitu kemiskinan, pengangguran, lemahnya jaringan sosial, lingkungan fisik dan layanan publik atau swasta. (Maftuhin 2017).

Cukup mudah untuk menyajikan bukti bahwa penyandang disabilitas tereksklusi dari kehidupan masyarakat. Bukti yang paling sederhana yang paling mudah untuk di jumpai adalah fasilitas layanan publik yang tidak aksesibel bagi penyandaang disabilitas. Alat transportasi umum, trotoar bagi pejalan kaki dan gedung-gedung yang tidak menerapkan konsep pembangunan yang inklusif. Selain itu hak sipil dan politik penyandang disabilitas seringkali tidak terpenuhi. Temuan Komnasham dalam pemantauan pemilu 2009 menyebutkan salah satu problem yang dialami oleh penyandang disabilitas adalah tidak tersedianya kertas suara khusus, sehingga para penyandang disabilitas tidak dapat menggunakan hak pilihnya. (Komnasham 2009)

Regulasi yang mengatur mengenai hak-hak penyandang disabilitas sesungguhnya tergolong telah cukup baik. Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention on the Rights for Person with Disabilities yaitu konfensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai hak-hak penyandang disabilitas. Konfensi tersebut telah diratifikasi kedalam Undang-Undang No. 19 tahun 2011 tentang Ratifikasi United Nations Convention on the Rights for Person with Disabilities. Pasca diratifikasinya konfensi ini tentu di perlukan sebuah Undang-Undang sebagai peraturan operasionalnya. Maka pada tahun 2016 lahirlah Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-Undang ini kurang lebih telah melembagakan 33 hak bagi para penyandang disabilitas. (Daming 2016)

Secara aconterario perlekatan hak tersebut tentu merupakan kewajiban bagi negara khususnya Pemerintah, swasta maupun setiap orang untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak para Penyandang Disabilitas yang diatur dalam UU tersebut. (Daming 2016)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam pasal 28 I ayat 4 mengatakan bahwa “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

Pasal tersebut menunjukan bahwa negara adalah pihak yang memiliki tanggung jawab besar terhadap perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak bagi seluruh warga negaranya, termasuk para penyandang disabilitas. Kemudian Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia kembali menyebutkan hal yang sama dalam Pasal 8. Lebih spesifik Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mengatakan bahwa perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak penyandang disabilitas merupakan tanggung jawab negara. Berbagai peraturan diatas telah sesuai dengan konsep hak asasi manusia, dimana negara wajib melakukan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan haknya bagi seluruh warga negara tak terkecuali para penyandang disabilitas.

Aturan-aturan yang ada dalam sistem hukum Indonesia sesungguhnya telah sangat menjamin hak-hak penyandang disabilitas sebagai warga negara. terutama Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menjamin pemenuhan, perlindungan dan penghormatan bagi para penyandang disabilitas. Tetapi problem yang yang sejak dulu telah ada adalah minimnya implementasi dari berbagai peraturan perundang-undangan tersebut. Negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam perlindungan, pemennuhan dan penghormatan hak penyandang disabilitas pun terkesan sering mengabaikan kelompok minoritas ini. pelanggaran hak dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas masih cukup mudah di temui. Pelanggaran hak tersebut terjadi di berbagai sektor bahkan terkadang dilakukan oleh institusi pemerintah. Penelitian yang dilakukan oleh Slamet Tohari yang di publikasi dalam Indonesian Journal of Disability Studies membuktikan bahwa 96 persen instansi pemerintahan di kota Malang tidak aksesibel bagi penyandang disabilitas. ukuran aksesibilitas ini diukur dengan peraturan menteri pekerjaan umum no. 30 tahun2006 tentang pedoman fasilitas dan aksesibilitas bangunan gedung. (Tohari 2016)

Fakta seperti ini adalah permasalahan yang harus segera diatasi. Terlihat sekali pemerintah di sini masih memandang penyandang disabilitas sebagai warga kelas 2 sehingga fasilitas dan aksesibilitas yang sudah seharusnya menjadi hak para penyandang disabilitas sering terabaikan.

Bukti lain yang dapat ditunjukan bahwa pelanggaran HAM memmang terjadi kepada penyandang disabilitas adalah kasus SNMPTN 2014 yang mana pada waktu itu Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri menerapkan aturan yang menyulitkan para penyandang disabilitas. Beberapa perguruan tinggi mensyaratkan calon mahasiswa tidak boleh seeorang penyandang disabilitas.[1]

Kasus ini jelas bertentangan dengan semua instrumen hukum hak asasi manusia. bahkan didalam konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 ayat 1 mengatakan “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.

Berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang dialami para penyandang disabilitas tentu memiliki faktor-faktor penyebab. Hal yang umum terjadi adalah diskriminasi terhadap penyandang disabilitas terjadi karena para pemegang kekuasaan kurang berperspektif difabel. orang-orang yang memiliki kewenangan dalam pembuatan kebijakan tersebut tidak banyak memiliki pengetahuan terkait penyandang disabilitas. Selain itu konstruksi dalam masyarakat juga turut berperan besar terhadap diskriminasi yang dialami para penyandang disabilitas. Masyarakat Indonesia yang masih berpikir dengan paradigma tradisional model maka akan berpikiran bahwa penyandang disabilitas adalah kaum yang pantas dikasihani karena tidak dapat berbuat apa-apa. Ketidak sempurnaan fisik dianggap sebagai penghalang bagi seseorang untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Itu menyebabkan para pengambil kebijakan tersebut membuat suatu kebijakan bagi para penyandang disabilitas dengan berbasis belas kasih. Pemberian santunan, dan menjadikan penyandang disabilitas menjadi objeka dalah hal yang biasa diperdengarkan.

 Poin ini menjadi penting untuk diperhatikan bahwa negara gagal membangun paradikma berpikir yang berperspektif difabel. Sebetulnya ini adalah hal yang paling fundamental mengapa berbagai pelanggaran hak asasi manusia sering dialami para penyandang disabilitas. Para pemegang kebijakan tidak memiliki pemahaman tentang isu-isu difabel. sampai kapan pun jika para pemangku kebiijakan tidak memiliki pemahaman terkait penyandang disabilitas, maka pemenuhan hak di berbagai sektor akan menjadi mimpi belaka.

Kesimpulan akhir bahwa negara harus membangunn paradikma berpikir yang perspektif difabel bagi para pengambil kebijakan karena hal ini telah menjadi tanggung jawab negara. perlindungan, pemenuhan, pemajuan dan penghormatan hak penyandang disabilitas baru akan benar-benar terwujud ketika para pengambil kebijakan dalam pemerintahan memiliki pemahaman terkait penyandang disabilitas. Ketika para pengambil kebijakan tersebut telah memiliki pemahaman terkait penyandang disabilitas maka pemerintahan berdasarkan good governance baru akan terwujud. Pasal 28 I ayat 4 mengatakan bahwa perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia menjadi tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Pasal ini mmutlak harus di implementasikan demi segera terwujudnya situasi yang positif bagi para penyandang disabilitas.

Tohari, Slamet. (201)6. Pandangan Disabilitas dan Aksesibilitas Fasilitas Publik bagi Penyandang Disabilitas di Kota Malang. Indonesian Journal of Disability Studies

Maftuhin, Arif. (2017). MENDEFINISIKAN KOTA INKLUSIF: ASAL-USUL, TEORI DAN INDIKATOR. Jurnal Tata Loka Universitas Diponegoro

Daing, Saharudin. (2016). Komparasi Nilai Penguatan Hak Penyandang Disabilitas dalam Lex Posterior dan Lege Priori. Jurnal Ham Komisi Nasional Hak Asasi Manusia vol. XIII

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesiatahun 1945

Undang-undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-undang no. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

https://www.tempo.co/read/…/diskriminasi-pendidikan-bagi-disabilitas-meningkat

[1] https://www.tempo.co/read/…/diskriminasi-pendidikan-bagi-disabilitas-meningkat

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.